\

Bappeda Kota Tangerang Matangkan Manajemen Risiko Strategis 2025–2029 dan Operasional 2026 untuk Perkuat Akuntabilitas dan Kinerja Daerah

Dewasa ini manajemen risiko menjadi suatu hal yang sangat penting yang dapat digunakan sebagai langkah antisipatif terhadap potensi permasalahan yang dapat muncul dari perencanaan hingga pelaksanaan. Pada era keterbukaan informasi ini, setiap perangkat daerah juga dituntut siap dengan mitigasi risiko, baik strategis maupun operasional.

Berangkat dari hal tersebut maka, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang menggelar pertemuan yang membahas  mengenai penyusunan Manajemen Risiko Strategis 2025–2029 dan Manajemen Risiko Operasional 2026 pada Selasa, 14 Oktober 2025, di Ruang Rapat Bappeda Kota Tangerang. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Bappeda Kota Tangerang, Dr. Hj. Yeti Rohaeti, AP., M.Si, dan dihadiri oleh sekretaris, para kepala bidang, serta narasumber penyusun dokumen manajemen risiko.

Pembahasan ini dilakukan bertujuan untuk memastikan penyelarasan antara Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam dokumen perencanaan daerah dengan langkah-langkah mitigasi risiko yang terukur. Melalui paparan narasumber, disampaikan bahwa penyusunan dokumen mengacu pada RPJMD 2025–2029 untuk risiko strategis dan pada RENJA 2026 untuk risiko operasional. Risiko-risiko utama yang diidentifikasi meliputi kurangnya integrasi lintas OPD, validasi data yang perlu dioptimalkan, kualitas dokumen perencanaan yang perlu ditingkatkan, serta mengoptimalkan siklus perencanaan dan evaluasi.

Selain itu, sejumlah risiko operasional juga menjadi perhatian, seperti keterlambatan penyusunan dokumen perencanaan, kualitas barang dan jasa yang tidak sesuai spesifikasi, serta keterbatasan SDM dan sarana pendukung. Setiap bidang di Bappeda diwajibkan untuk melakukan identifikasi risiko secara komprehensif terhadap kegiatan dan dokumen yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam arahannya, Dr. Hj. Yeti Rohaeti menekankan bahwa manajemen risiko merupakan langkah antisipatif untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

“Risiko bukan hanya terjadi pada pelaksanaan kegiatan, tetapi juga dapat berdampak pada capaian target kinerja dan persepsi publik. Oleh karena itu, mitigasi risiko harus mencakup seluruh tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga publikasi kegiatan,” ujar Yeti.

Beliau juga menegaskan pentingnya sinkronisasi antara manajemen risiko Bappeda dengan metodologi yang diterapkan oleh Inspektorat dan tingkat OPD, sehingga hasilnya dapat digunakan secara konsisten dalam penilaian kinerja dan pelaporan triwulanan.

Sebagai tindak lanjut, Bappeda akan melakukan desk per bidang untuk memverifikasi kelengkapan data risiko dan rencana mitigasinya sebelum penyusunan format final dokumen. Risiko yang berkaitan dengan inovasi, data, dan sumber daya manusia akan menjadi prioritas mitigasi bersama.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan Pemerintah Kota Tangerang dalam membangun sistem perencanaan yang adaptif, responsif, dan berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan publik.